Gorontalo, Utinews.id – Setiap pagi, Haris mengendarai motornya perlahan menyusuri kampung-kampung di Pohuwato. Di belakang motornya, terikat rapi keranjang penuh sayuran segar—kangkung, bayam, tomat, dan sawi—hasil tangan-tangan yang sedang menjalani masa lalu dan menata harapan baru.
Sayuran itu bukan dari pasar atau petani biasa. Ia berasal dari lahan pertanian kecil di dalam Lapas Kelas IIb Pohuwato, tempat para warga binaan berkeringat, menanam, dan berharap.
Bagi Haris, profesinya sebagai penjual sayur keliling kini punya arti lebih dari sekadar mencari nafkah. Ia menjadi jembatan kemanusiaan, membawa hasil kerja keras warga binaan ke rumah-rumah masyarakat, menghubungkan dua dunia yang selama ini sering terpisah oleh stigma.
“Saya senang bisa bantu. Sayurnya segar, pembeli juga suka. Tapi yang paling penting, saya tahu ini dari orang-orang yang sedang berusaha memperbaiki hidup mereka,” ujar Haris dengan nada tulus, Selasa (8/7/2025).
Di balik pagar Lapas, ada harapan yang tumbuh seiring suburnya tanah. Para warga binaan menanam dengan semangat dan kesungguhan, didampingi oleh petugas yang membina mereka bukan hanya sebagai narapidana, tapi sebagai manusia yang punya hak untuk berubah.
Tristiantoro Adi Wibowo, Kepala Lapas Pohuwato, menyebut bahwa program pertanian ini bukan sekadar kegiatan rutin, tapi bagian dari Pemasyarakatan Produktif—program yang bertujuan mengembalikan warga binaan ke masyarakat dengan bekal kemandirian.
“Kami ingin membuktikan bahwa di balik jeruji, mereka tetap bisa berkarya. Mereka butuh kesempatan, bukan sekadar hukuman. Dengan adanya penjual seperti Pak Haris, hasil kerja mereka bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” ungkapnya.
Haris bukan hanya berdagang sayur. Ia membawa cerita, perjuangan, dan harga diri dari mereka yang mencoba bangkit. Dari satu rumah ke rumah lainnya, ia tak hanya menjual hasil tani, tapi juga menyampaikan pesan bahwa semua orang pantas mendapat kesempatan kedua.
Dari balik jeruji, warga binaan belajar tentang tanah, tentang sabar, dan tentang tumbuh kembali. Dan Haris, dengan motornya yang sederhana, menjadi bagian dari kisah kecil tentang kepercayaan dan kemanusiaan yang menyentuh siapa saja yang melihat lebih dalam dari sekadar sayuran.
Redaksi | Utinews.id