Gorontalo, Utinews.id – Polemik dugaan plagiarisme logo Gorontalo Half Marathon 2025 terus bergulir panas. Meski Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Gorontalo telah menyatakan akan merevisi desain logo yang sudah diluncurkan, banyak pihak menilai langkah itu tak cukup untuk menghapus potensi jeratan hukum.
Logo yang diduga menjiplak desain milik komunitas luar negeri bernama Catalyst itu sebelumnya telah diluncurkan secara megah dalam acara resmi pemerintah. Tak hanya disaksikan sponsor dan tamu undangan, peluncuran tersebut juga diresmikan langsung oleh Gubernur Gorontalo di atas panggung kehormatan. Kini, fakta bahwa logo tersebut bukan karya orisinal menjadi sorotan luas.
“Revisi boleh saja dilakukan, tapi peristiwa hukum tidak bisa direvisi,” ujar praktisi hukum senior Gorontalo, Salahudin Pakaya, SH, saat dihubungi Utinews.id, Senin (14/07).
Menurut Salahudin, penggunaan karya orang lain tanpa izin sudah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, yang termasuk dalam delik pidana formil berdasarkan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta. Pelanggaran ini berpotensi dikenai hukuman penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda hingga satu miliar rupiah, apalagi jika digunakan untuk kepentingan komersial seperti sponsor, penjualan tiket, dan merchandise.
“Yang harus dipahami pemerintah, revisi desain tidak menghapus unsur pidana. Begitu logo diluncurkan dan melekatkan nama pemerintah daerah, maka tanggung jawab moral, politik, dan hukum melekat pada Gubernur,” tegas Salahudin.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran hak cipta termasuk delik aduan, artinya hanya pemilik asli—dalam hal ini pihak Catalyst—yang dapat melaporkan ke kepolisian.
Kendati demikian, masyarakat tetap memiliki ruang untuk mendorong akuntabilitas lewat pelaporan maladministrasi ke Ombudsman atau mendesak DPRD Provinsi untuk menggunakan hak interpelasi atau angket terhadap Gubernur.
“Gubernur bisa dimakzulkan jika terbukti melakukan pelanggaran serius atau perbuatan tercela yang bertentangan dengan sumpah jabatannya,” jelas Salahudin.
Sumpah jabatan Gubernur, menurutnya, mewajibkan untuk memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala undang-undang, termasuk undang-undang tentang Hak Cipta dan Merek.
Lebih lanjut, Salahudin mengungkapkan bahwa pihak Catalyst juga memiliki opsi menggugat secara perdata di Pengadilan Niaga, untuk menuntut ganti rugi materiil dan immateriil atas dugaan penjiplakan tersebut.
Menariknya, Dispora Provinsi Gorontalo sebelumnya dikabarkan sempat berniat mendaftarkan logo tersebut ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Jika benar, langkah itu justru berpotensi memperkuat tudingan pelanggaran hak cipta dan menambah celah hukum yang bisa merugikan pemerintah daerah.
“Revisi memang bisa meredam gejolak sesaat, tapi tidak menghapus fakta hukum. Peluncuran logo telah terjadi, dan Gubernur berdiri sebagai penanggung jawab kebijakan tertinggi. Hukum tetap berjalan, dan reputasi dipertaruhkan,” pungkasnya
Redaksi | Utinews.id