Utinews.id – Gorontalo – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Gorontalo bersama Aliansi Gerakan Masyarakat Peduli Agraria (GEMPA) melakukan Unjuk rasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo menyuarakan aspirasi rakyat kecil yang tanah dan hutannya terancam oleh aktivitas tambang, Senin, (25/8/2025).
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, mereka menegaskan bahwa kondisi agraria di Gorontalo saat ini sudah memasuki fase darurat. Hutan yang dahulu menjadi penopang kehidupan masyarakat desa, kini berubah status menjadi ladang konsesi perusahaan besar. Rakyat kecil yang bergantung pada tanah dan hutan justru dipersempit ruang hidupnya dengan dalih pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
“Ketika tanah dirampas, sejatinya yang dirampas bukan hanya hak kepemilikan, tetapi juga hak hidup dan masa depan rakyat,” demikian isi pernyataan bersama PMII Kota Gorontalo dan GEMPA.
Mereka menilai pemerintah daerah maupun pusat cenderung berpihak pada kepentingan perusahaan. Aparat yang seharusnya melindungi masyarakat justru lebih sering hadir sebagai alat represi, sementara perusahaan tambang dengan mudah mendapat izin dan perlindungan.
Enam Tuntutan Pokok
Dalam aksi ini, PMII Kota Gorontalo dan GEMPA menyuarakan enam tuntutan utama:
- Mendesak pemerintah segera mengundang pihak perusahaan Pani Gold Project untuk menyelesaikan pembayaran tali asih yang belum juga terealisasi.
- Mengutuk segala bentuk pelarangan aktivitas pertambangan rakyat di wilayah konsesi perusahaan sebelum hak-hak rakyat dipenuhi.
- Menghentikan seluruh aktivitas perusahaan di wilayah hutan Desa Hulawa dan menolak pengalihfungsian hutan menjadi kawasan produksi.
- Mendesak Kapolda Gorontalo untuk memindahkan Polsubsektor Buntulia dan mencopot aparat yang dinilai menegakkan hukum secara berpihak pada perusahaan.
- Mendesak DPRD Provinsi Gorontalo dan Pansus Pertambangan menghentikan seluruh aktivitas PT Merdeka Copper Gold sebelum persoalan rakyat diselesaikan.
- Mendesak pemerintah dan DPRD Provinsi untuk merekomendasikan peninjauan ulang izin beberapa perusahaan tambang di Gorontalo.
Seruan Perlawanan
Gerakan ini bukan sekadar sengketa tanah administratif, melainkan dianggap sebagai tragedi kemanusiaan. Rakyat kehilangan ruang hidup, identitas budaya, dan sumber ekonomi akibat ekspansi tambang besar.
PMII dan GEMPA menyerukan agar seluruh rakyat Gorontalo bersatu melawan penindasan.
“Bersatulah rakyat Gorontalo, jangan biarkan hak kita dirampas! Tegakkan keadilan agraria untuk rakyat kecil, bukan untuk korporasi besar,” tegas seruan massa aksi.
Aksi ini menjadi peringatan keras bahwa konflik agraria dan tambang di Gorontalo tidak boleh diabaikan, sebab menyangkut masa depan rakyat, lingkungan, dan generasi mendatang.
Redaksi | Utinews.id