Tojo Una-Una, Utinews.id – Tangis seorang bocah laki-laki di pelosok Kecamatan Una-Una, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, menyentuh hati ribuan warganet usai video dirinya viral di media sosial. Galang Rawadang (12), siswa kelas 5 SDN 2 Wakai, menangis histeris karena diminta sang ayah berhenti sekolah akibat kesulitan ekonomi.
“Saya cuma mau sekolah… saya mau jadi orang pintar,” ucap Galang dalam video berdurasi 37 detik yang diunggah akun Facebook Ripson son pada Selasa (10/6/2025).
Dalam rekaman tersebut, Galang menangis saat sang ayah, Rikson Lawadang (51), menyampaikan bahwa ia tak lagi mampu membiayai sekolah anak bungsunya. Sang ayah mengalami kelumpuhan dan tak lagi bisa bekerja. Ketiadaan penghasilan memaksa mereka bertahan hidup dari belas kasih tetangga.
“Saya tak punya pilihan, Nak… Untuk makan saja kita menunggu belas kasih orang,” ujar Rikson dengan suara bergetar.
Hidup dalam Keterbatasan
Galang hidup dalam kondisi serba kekurangan. Ia hanya memiliki satu seragam sekolah yang sudah robek dan lusuh. Meski kerap diejek teman, Galang tetap datang ke sekolah lebih awal dan menunjukkan semangat belajar yang tinggi.
Tak hanya itu, usai sekolah Galang masih harus berjualan kue untuk membantu ekonomi keluarganya. Kakak perempuannya bahkan telah diasuh keluarga lain agar bisa tetap bertahan. Kini, Galang tinggal berdua dengan sang ayah di rumah kecil yang dikelilingi hutan dan laut.
Potret Anak Negeri yang Tertinggal
Kisah Galang menyuarakan potret getir ribuan anak di pelosok Indonesia yang masih kesulitan mengakses pendidikan karena kemiskinan. Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program bantuan pendidikan, faktanya masih banyak anak seperti Galang yang terancam putus sekolah.
Pendidikan seharusnya menjadi hak dasar, bukan kemewahan yang sulit dijangkau.
Harapan yang Tak Boleh Padam
Di balik keterbatasan, Galang tetap memeluk mimpinya: menjadi orang pintar dan berguna bagi keluarga. Ia ingin melanjutkan sekolah dan mengubah nasibnya.
Pertanyaannya kini: haruskah mimpi seorang anak kandas hanya karena ia miskin?
Kisah Galang menjadi seruan moral bagi pemerintah, masyarakat, dan lembaga sosial untuk lebih hadir dan peduli. Karena bagi anak-anak seperti Galang, satu seragam baru, biaya transportasi, atau perlengkapan sekolah bisa menjadi jembatan antara keputusasaan dan harapan.
Galang tak boleh berjalan sendiri. Mari buktikan bahwa kepedulian kita bisa mengubah masa depan.
Redaksi – Utinews.id