Gorontalo, Utinews.id — Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Penambang Melawan (ANPERA) Bone Bolango kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Provinsi Gorontalo, Selasa (3/6/2025). Aksi ini merupakan jilid kedua sebagai bentuk protes terhadap lambannya penyelesaian konflik antara penambang rakyat di Kecamatan Suwawa dan perusahaan tambang PT Gorontalo Minerals.
Dalam aksinya, massa menuding DPRD tidak serius menangani persoalan tambang rakyat dan terkesan berpihak kepada pihak perusahaan. Situasi sempat memanas setelah massa kecewa karena Pimpinan DPRD yang hadir untuk menemui mereka, meskipun pemberitahuan aksi telah disampaikan sebelumnya.
“Kami sudah sampaikan pemberitahuan jauh hari, tapi hari ini pimpinan dan anggota DPRD justru pergi keluar daerah. Ini bentuk pelecehan terhadap rakyat,” teriak salah satu orator dari atas mobil komando.
Koordinator aksi, Dewa Diko, menyebut bahwa ketidakhadiran para anggota dewan memperkuat kecurigaan adanya hubungan tidak transparan antara legislatif dan PT Gorontalo Minerals.
“Kami mencurigai DPRD Provinsi Gorontalo telah bermain mata dengan pihak perusahaan. Rakyat terus dikorbankan,” ujarnya.
Massa yang tidak puas dengan sikap DPRD kemudian mendesak masuk ke dalam lobi gedung. Aparat kepolisian yang berjaga sempat terlibat aksi dorong dengan massa untuk menghalau potensi kericuhan.
Menanggapi tudingan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, menyampaikan klarifikasi. Ia membantah tudingan adanya keberpihakan DPRD kepada perusahaan, dan menegaskan bahwa seluruh anggota dewan sedang menjalankan tugas kedinasan.
“Kami tetap memperjuangkan kepentingan masyarakat. Namun karena persoalan ini menyangkut regulasi, penyelesaiannya harus melibatkan Komisi VII DPR RI, kementerian, dan pemerintah pusat. Jika hanya bicara dengan pihak Gorontalo Minerals, tentu mereka akan tetap mempertahankan wilayah tambang sesuai kontrak,” ujar Mikson Yapanto
Kekecewaan massa tidak hanya tertuju kepada DPRD, tetapi juga kepada Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, yang dinilai tidak tegas dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik tambang rakyat di wilayah tersebut.
Reporter: Aldi
Redaksi: Utinews.id